Rabu, 07 September 2011

Perlu Regenerasi Lingkungan, Gerakan Regenarasi Lingkungan


Manusia dan lingkungan adalah serupa dua sisi mata uang. Ia bernilai jika keduanya saling menunjang. Manusia tak akan berkembang jika tak ada lingkungan. Sedangkan lingkungan tak akan bisa meretas zaman tanpa sentuhan manusia. Seperti kata Paul Sears, manusia mampu mengekspresikan dirinya jika terjadi fungsi social dari sebuah ekologi (hubungan timbal balik antara mahkluk dan lingkungannya) Namun Manusia kadang lupa tentang hubungan mutualism tersebut.
Alam seringkali dianggap sebagai bagian yang bisa dieksploitasi demi kepentingan manusia untuk bertahan hidup. Lihat saja, Jadilah kemudian, penjarahan hutan, pembumi hangusan  hutan, pengerukan pasir, dan penimbunan sampah, sebagai fenomana biasa. Demi kepentingan-kepentingan kapital tentunya. Di bawah payung tekhnologi kapitalisme bergerak sangat maju sekali dan semakin sangat merusak lingkungan. Gedung-gedung, pabrik-pabrik, pembangkit listrik, villa, plasa dibangun dengan membakar hutan, menggerus lahan dan memaksa masyarakat hanya menjadi mesin-mesin produksi. Akibatnya Unsure-unsure biotick pedesaan menjadi semakin terkuras ! Tanaman obat dari alam digantikan dengan jamu buatan pabrik yang tak sama sekali jelas manfaatnya, Sebab semakin sulit kita menemukan hutan-hutan yang rimbun. Tanah lapangan yang sangat teramat luas. Atau udara yang sejuk. Padahal tanpa mereka sadari eksploitasm semacam itu seringkali menjadi bencana. Lihat saja, bagaimana negri ini selalu menjadi langganan bencana-bencana . Mulai dari longsor;banjir bandang; hingga luapan lumpur. Dan berjuta-juta orang menjadi korban. Terpuruk dalam luka yang tidak ada sama sekali habisnya.
Sebenarnya, sudah banyak warnning yang diserukan mengenai upaya-upaya melestarikan lingkungan. Namun peringatan semacam ini masih dianggap sebagai sebuah tontonan . Bahkan dianggap menyebalkan. Contoh sederhana saja/ Misalnya larangan membuang sampah di sembarang tempat. Meski larangan tersebut sudah dipasang dengan huruf besar, toh masih banyak saja manusia yang tak mau tau. Mereka baru saja sadar ketika banjir melanda daerahnya. Kemudian berbondong-bondong mulai membersih-bersihkan lingkungannya. Namun nasi telah jadi bubur. Sebab korban telah berjatuhan. Baik secara pssicologi maupun materiil. Ya. Begitulah Indonesia. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Memang ada benarnya sikap semacam hal itu. Tetapi lebih banyak salahnya. Meski begitu, bukan tidak ada cara untuk mengembalikan lingkungan kita menjadi asri kembali. Satu-satunya cara adalah gerakan partisipatorism. Yang harus melibatkan seluruh masyarakat. Pembangunan kota boleh jalan terus. Namun .perlu diimbangi dengan regenerasi lingkungan. Untuk memulaikan tentunya dengan tindakan yang sederhana. Misalnya, berupa kesediaan warga masyarakat mungut sampah di sekitarnya. Serta nanam pohon atau yang lebih dikenal dengan satu jiwa satu pohon. Ini untuk mengurangi udara kota yang dipenuhi polusi. Serta mempertahankan ekosistema yang ada. Bukan untuk siapa-siapa. Tapi untuk anak cucu-cucu kita di masa depan. Sudahkah anda melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar